Senin, 18 April 2016

REFRESH THE BLOG ..........

Sudah lama tidak update blog, sejak terakhir di tulis, tahun lalu......
sekedar mencatatkan biografi, seorang yang bisa menginspirasi diri, menjadi teladan dalam menulis .....
sebab : “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Rumah Kaca, h. 352)”.
Berikut beberapa quote dari Pramudya, sekedar mengingatkan bahwa kita pernah memiliki sastrawan besar, yang mendalam cintanya pada tanah air......

  1.  “Berterimakasihlah pada segala yang memberi kehidupan.” ― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
  2. “Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?” ― Pramoedya Ananta Toer
  3.  “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.” ― Pramoedya Ananta Toer
  4.  “Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai” ― Pramoedya Ananta Toer
  5. “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)” ― Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations
  6. “A mother knows what her child’s gone through, even if she didn’t see it herself.” ― Pramoedya Ananta Toer, Gadis Pantai
  7.  “Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua” ― Pramoedya Ananta Toer
  8. “Menulis adalah sebuah keberanian…” ― Pramoedya Ananta Toer
  9. “How simple life is. It’s as simple as this: you’re hungry and you eat, you’re full and you shit. Between eating and shitting, that’s where human life is found. – (Houseboy + Maid, in Tales from Djakarta)” ― Pramoedya Ananta Toer, Tales from Djakarta: Caricatures of Circumstances and Their Human Beings
  10. “Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain” ― Pramoedya Ananta Toer
  11. “Kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.” ― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
  12. “Kalau mati, dengan berani; kalau hidup, dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.” ― Pramoedya Ananta Toer
  13. “Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit. (Anak Semua Bangsa, h. 199)” ― Pramoedya Ananta Toer
  14. “Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya (Rumah Kaca, h. 46)”  ― Pramoedya Ananta Toer
  15. “Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai. (Nyai Ontosoroh)” ― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
  16. “Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri” ― Pramoedya Ananta Toer
  17. “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Rumah Kaca, h. 352)”  ― Pramoedya Ananta Toer
  18. “Menulislah sedari SD, apa pun yang ditulis sedari SD pasti jadi.” ― Pramoedya Ananta Toer
  19.  “Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana” ― Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia
  20. Pernah kudengar orang kampung bilang : sebesar-besar ampun adalah yang diminta seorang anak dari ibunya, sebesar-besar dosa adalah dosa anak kepada ibunya 
    (Anak Semua Bangsa, h. 98)" — Pramoedya Ananta Toer
  21. "Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya. Kan begitu Tuan Jenderal? (Jejak Langkah, h. 32) " — Pramoedya Ananta Toer
  22. "Tak pernah ada perang untuk perang. Ada banyak bangsa yang berperang bukan hendak keluar sebagai pemenang. Mereka turun ke medan perang dan berguguran berkeping-keping seperti bangsa Aceh sekarang ini...ada sesuatu yang dibela, sesuatu yang lebih berharga daripada hanya mati, hidup atau kalah-menang." — Pramoedya Ananta Toer
  23. "Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan." — Pramoedya Ananta Toer
  24. "Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana;biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput (Bumi Manusia, h. 119)" — Pramoedya Ananta Toer
  25. "Semakin tinggi sekolah bukan berarti semakin menghabiskan makanan orang lain. Harus semakin mengenal batas (Bumi Manusia, h. 138)" — Pramoedya Ananta Toer
  26. "Suatu masyarakat paling primitif pun, misalnya di jantung Afrika sana, tak pernah duduk di bangku sekolah, tak pernah melihat kitab dalam hidupnya, tak kenal baca-tulis, masih dapat mencintai sastra, walau sastra lisan. (Bumi Manusia, h. 233)" — Pramoedya Ananta Toer
  27. "Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia (Rumah Kaca, h. 436)" — Pramoedya Ananta Toer
  28. "Seorang terpelajar harus berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan," — Pramoedya Ananta Toer
  29. "Seorang terpelajar itu harus adil, sejak dalam pikiran! [Bumi Manusia]" — Pramoedya Ananta Toer
  30. "Jangan kau mudah terpesona oleh nama-nama. Kan kau sendiri pernah bercerita padaku: nenek moyang kita menggunakan nama yang hebat-hebat, dan dengannya ingin mengesani dunia dengan kehebatannya—kehebatan dalam kekosongan. Eropa tidak berhebat-hebat dengan nama, dia berhebat-hebat dengan ilmu pengetahuannya. Tapi si penipu tetap penipu, si pembohong tetap pembohong dengan ilmu dan pengetahuannya. (Anak Semua Bangsa, h. 77)" — Pramoedya Ananta Toer
  31. "Tanpa mempelajari bahasa sendiri pun orang takkan mengenal bangsanya sendiri (Anak Semua Bangsa, h. 119)" — Pramoedya Ananta Toer
  32. "Setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian (Rumah Kaca, h. 138)" — Pramoedya Ananta Toer
  33. "Apabila sebagai pengarang harus kutangguhkan begitu banyak ketidakadilan di tanahair sendiri, penganiayaan lahir-batin, perampasan kebebasan dari penghidupan, hak dan milik, penghinaan dan tuduhan, bahkan juga perampasan hak untuk membela diri melalui mass-media mau pun pengadilan, aku hanya bisa mengangguk mengerti. Sayang sekali kekuasaan tak bisa merampas harga diri, kebanggaan diri, dan segala sesuatu yang hidup dalam batin siapa pun." — Pramoedya Ananta Toer
  34. "Kau tak kenal bangsamu sendiri (Anak Semua Bangsa, h. 55)" — Pramoedya Ananta Toer
  35. A mother knows what her child's gone through, even if she didn't see it herself." — Pramoedya Ananta Toer (Gadis Pantai)
  36. “Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang-orang lain pandai" — Pramoedya Ananta Toer
  37. Setiap pejuang bisa kalah dan terus-menerus kalah tanpa kemenangan, dan kekalahan itulah gurunya yang terlalu mahal dibayarnya. Tetapi biarpun kalah, selama seseorang itu bisa dinamai pejuang dia tidak akan menyerah. Bahasa Indonesia cukup kaya untuk membedakan kalah daripada menyerah (Prahara Budaya, h. 187)" — Pramoedya Ananta Toer
  38. "Sebagai pengarang saya masih lebih percaya kepada kekuatan kata daripada kekuatan peluru yang gaungnya hanya akan berlangsung sekian bagian dari menit, bahkan detik." — Pramoedya Ananta Toer
  39. "Barang siapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati. (Mama, 4)" — Pramoedya Ananta Toer (Child of All Nations)
  40. "Setiap pengalaman yang tidak dinilai baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain akan tinggal menjadi sesobek kertas dari buku hidup yang tidak punya makna. Padahal setiap pengalaman tak lain daripada fondasi kehidupan" — Pramoedya Ananta Toer (Nyanyi Sunyi Seorang Bisu 2).
sumber:  http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2015/01/40-quotes-from-pramoedya-ananta-toer.html catatan foto: perjalanan menuju Amfoang Timur, Kabupaten Kupang......